Kita semua pasti mengenal tokoh si Untung dalam komik Donald Bebek.
Berlawanan dengan Donald yang selalu sial. Si Untung ini dikisahkan
untung terus. Ada saja keberuntungan yang selalu menghampiri tokoh bebek
yang bernama asli Gladstone ini. Betapa enaknya hidup si Untung.
Pemalas, tidak pernah bekerja, tapi selalu lebih untung dari Donald.
Jika Untung dan Donald berjalan bersama, yang tiba-tiba menemukan
sekeping uang di jalan pastilah itu si Untung. Jika Anda juga ingin
selalu beruntung seperti si Untung, don't worry, ternyata beruntung itu
ada ilmunya.
Professor Richard Wiseman dari University of Hertfordshire Inggris,
mencoba meneliti hal-hal yang membedakan orang-orang beruntung dengan
yang sial. Wiseman merekrut sekelompok orang yang merasa hidupnya selalu
untung, dan sekelompok lain yang hidupnya selalu sial. Memang kesannya
seperti main-main, bagaimana mungkin keberuntungan bisa diteliti. Namun
ternyata memang orang yang beruntung bertindak berbeda dengan mereka
yang sial.
Misalnya, dalam salah satu penelitian The Luck Project ini, Wiseman
memberikan tugas untuk menghitung berapa jumlah foto dalam koran yang
dibagikan kepada 2 kelompok tadi. Orang-orang dari kelompok sial
memerlukan waktu rata-rata 2 menit untuk menyelesaikan tugas ini.
Sementara mereka dari kelompok si Untung hanya perlu beberapa detik
saja! Lho kok bisa? Ya, karena sebelumnya pada halaman ke-2, Wiseman
telah meletakkan tulisan yang tidak kecil berbunyi
“Berhenti menghitung sekarang! ada 43 gambar di koran ini”.
Kelompol sial melewatkan tulisan ini ketika asyik menghitung gambar.
Bahkan, lebih iseng lagi, di tengah-tengah koran, Wiseman menaruh pesan
lain yang bunyinya:
“Berhenti menghitung sekarang dan beritahu ke peneliti Anda menemukan ini, dan menangkan $250!”. Lagi-lagi kelompok sial melewatkan pesan tadi! Memang benar-benar sial.
Singkatnya, dari penelitian yang diklaimnya
“scientific” ini, Wiseman menemukan 4 faktor yang membedakan mereka yang beruntung dari yang sial:
1. Sikap terhadap peluang
Orang beruntung ternyata memang lebih terbuka terhadap peluang. Mereka
lebih peka terhadap adanya peluang, pandai menciptakan peluang, dan
bertindak ketika peluang datang. Bagaimana hal ini dimungkinkan?
Ternyata orang-orang yang beruntung memiliki sikap yang lebih rileks dan
terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru. Mereka lebih terbuka
terhadap interaksi dengan orang-orang yang baru dikenal, dan menciptakan
jaringan-jaringan sosial baru. Orang yang sial lebih tegang sehingga
tertutup terhadap kemungkinan-kemungkinan baru.
Sebagai contoh, ketika Barnett Helzberg seorang pemilik toko permata di
New York hendak menjual toko permatanya, tanpa disengaja sewaktu
berjalan di depan Plaza Hotel, dia mendengar seorang wanita memanggil
pria di sebelahnya:
“Mr. Buffet!” Hanya kejadian sekilas yang
mungkin akan dilewatkan kebanyakan orang yang kurang beruntung. Tapi
Helzber berpikir lain, ia berpikir jika pria di sebelahnya ternyata
adalah Warren Buffet, salah seorang investor terbesar di Amerika, maka
dia berpeluang menawarkan jaringan toko permatanya. Maka Helzberg segera
menyapa pria di sebelahnya, dan betul ternyata dia adalah Warren
Buffet. Perkenalan pun terjadi dan Helzberg yang sebelumnya sama sekali
tidak mengenal Warren Buffet, berhasil menawarkan bisnisnya secara
langsung kepada Buffet, face to face. Setahun kemudian, Buffet setuju
membeli jaringan toko permata milik Helzberg. Betul-betul beruntung.
2. Menggunakan intuisi dalam membuat keputusan
Orang yang beruntung ternyata lebih mengandalkan intuisi daripada
logika. Keputusan-keputusan penting yang dilakukan oleh orang beruntung
ternyata sebagian besar dilakukan atas dasar bisikan
“hati nurani” (intuisi) daripada hasil otak-atik angka yang canggih. Angka-angka akan sangat membantu, tapi final decision umumnya dari
“gut feeling”.
Yang barangkali sulit bagi orang yang sial adalah, bisikan hati nurani
tadi akan sulit kita dengar jika otak kita pusing dengan penalaran yang
tak berkesudahan. Makanya orang beruntung umumnya memiliki metoda untuk
mempertajam intuisi mereka, misalnya melalui meditasi yang teratur. Pada
kondisi mental yang tenang, dan pikiran yang jernih, intuisi akan lebih
mudah diakses. Dan makin sering digunakan, intuisi kita juga akan
semakin tajam.
Banyak teman saya yang bertanya, “mendengarkan intuisi” itu bagaimana?
Apakah tiba-tiba ada suara yang terdengar menyuruh kita melakukan
sesuatu? Wah, kalau pengalaman saya tidak seperti itu. Malah kalau
tiba-tiba mendengar suara yang tidak ketahuan sumbernya, bisa-bisa saya
jatuh pingsan. Karena ini subyektif, mungkin saja ada orang yang beneran
denger suara. Tapi kalau pengalaman saya, sesungguhnya intuisi itu
sering muncul dalam berbagai bentuk, misalnya:
-Isyarat dari badan. Anda pasti sering mengalami.
“Gue kok tiba-tiba deg-degan ya, mau dapet rejeki kali”,
semacam itu. Badan kita sesungguhnya sering memberi isyarat-isyarat
tertentu yang harus Anda maknakan. Misalnya Anda kok tiba-tiba meriang
kalau mau dapet deal gede, ya diwaspadai saja kalau tiba-tiba meriang
lagi.
-Isyarat dari perasaan. Tiba-tiba saja Anda merasakan sesuatu yang lain
ketika sedang melihat atau melakukan sesuatu. Ini yang pernah saya
alami. Contohnya, waktu saya masih kuliah, saya suka merasa tiba-tiba
excited setiap kali melintasi kantor perusahaan tertentu. Beberapa tahun
kemudian, saya ternyata bekerja di kantor tersebut.
3. Selalu berharap kebaikan akan datang
Orang yang beruntung ternyata selalu ge-er terhadap kehidupan. Selalu
berprasangka baik bahwa kebaikan akan datang kepadanya. Dengan sikap
mental yang demikian, mereka lebih tahan terhadap ujian yang menimpa
mereka, dan akan lebih positif dalam berinteraksi dengan orang lain.
Coba saja Anda lakukan tes sendiri secara sederhana, tanya orang sukses
yang Anda kenal, bagaimana prospek bisnis ke depan. Pasti mereka akan
menceritakan optimisme dan harapan.
4. Mengubah hal yang buruk menjadi baik
Orang-orang beruntung sangat pandai menghadapi situasi buruk dan
merubahnya menjadi kebaikan. Bagi mereka, setiap situasi selalu ada sisi
baiknya. Dalam salah satu tesnya Prof Wiseman meminta peserta untuk
membayangkan sedang pergi ke bank, dan tiba-tiba bank tersebut diserbu
kawanan perampok bersenjata. Dan peserta diminta mengutarakan reaksi
mereka. Reaksi orang dari kelompok sial umunya adalah:
“Wah sial bener ada di tengah-tengah perampokan begitu”. Sementara reaksi orang beruntung, misalnya adalah:
“Untung saya ada di sana, saya bisa menuliskan pengalaman saya untuk media dan dapet duit”.
Apapun situasinya, orang yang beruntung pokoknya untung terus. Mereka
dengan cepat mampu beradaptasi dengan situasi buruk dan merubahnya
menjadi keberuntungan.
Sekolah Keberuntungan
Bagi mereka yang kurang beruntung, Prof Wiseman bahkan membuka Luck
School. Latihan yang diberikan Wiseman untuk orang-orang semacam itu
adalah dengan membuat
“Luck Diary”, buku harian keberuntungan.
Setiap hari, peserta harus mencatat hal-hal positif atau keberuntungan
yang terjadi. Mereka dilarang keras menuliskan kesialan mereka. Awalnya
mungkin sulit, tapi begitu mereka bisa menuliskan satu keberuntungan,
besok-besoknya akan semakin mudah dan semakin banyak keberuntungan yang
mereka tuliskan. Dan ketika mereka melihat beberapa hari ke belakang
Lucky Diary mereka, mereka semakin sadar betapa beruntungnya mereka. Dan
sesuai prinsip
“law of attraction”, semakin mereka memikirkan betapa mereka beruntung, maka semakin banyak lagi lucky events yang datang pada hidup mereka.
Sumber : ziklist.blogspot.com